Kurangnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Pengajar adalah orang yang mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada para anak didiknya. Pengajar diharuskan professional dalam mendidik anak muridnya, misalnya ketika mendapat murid yang nakal, pengajar tidak diperboleh bermain fisik ketika menghukum anak yang nakal, walaupun anak nakal tersebut sudah keterlaluan atau melewati batas, karena pada zaman sekarang tindak kekerasan bisa terkena pasal hukum. Apalagi ketika guru sampai melakukan tindak kekerasan kepada anak muridnya.
Menurut Kemenpppa, jumlah kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia pada tanggal 1 Januari 2022 hingga sekarang, berjumlah 24.245, yang terdiri dari 3.974 laki-laki dan 22.066 perempuan. Dibanding laki-laki, perempuan lebih rentan dan lebih sering menjadi korban kekerasan. Menurut perkiraan yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO), sekitar 1 dari 3 (30 persen) wanita di seluruh dunia sudah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan intim mereka, atau kekerasan seksual dari yang bukan pasangan mereka.
Selain kekerasan, kesempatan belajar juga menjadi faktor terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk daerah tertinggal. Namun, yang terpenting bagi warga daerah tertinggal tersebut adalah ilmu terapan yang benar-benar digunakan untuk hidup dan bekerja. Banyak hal yang membuat mereka tidak bisa belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, termasuk guru dan sekolah.
Johnson dan Morasky (dalam Sukadji,1988) menyebutkan bahwa karakteristik kesulitan belajar adalah pernah gagal beberapa kali, hambatan fisik, minat belajar kurang, kecemasan yang samar-samar, perilaku yang berubah-ubah, label yang keliru karena tidak lengkapnya data, serta ketidakcocokan antara tipe dan kebutuhan belajar siswa dengan kegiatan di dalam kelas.
Dalam pengertian sederhana, Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk mempromosikan kepribadian seseorang seseuai dengan nilai-nilai masyarakat dan budaya. Pendidikan telah berkembang, melalui penddikan Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau arahan sadar seseorang pelatih untuk melatih perkembangan fisik dan mental kepribadian muridnya yang sudah terlatih.Undang-undang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan itu satu upaya sadar dan terencana untuk merancang suasana dan proses pembelajaran agar anak didiknya secara aktif bisa mengembangkan kesempatannya untuk memperoleh kekuatan spiritual-religius.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan sumber daya manusia agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan hidup mandiri (Raharjo, 2010). Di Indonesia terdapat berbagai permasalahan yang ada pada mutu pendidikan dan kurikulumnya. Fakta di lapangan dapat dikaitkan dengan kepala sekolah dan pendidik yang mengajar di sana (Nasution, 2006). Salah satu faktor yang meruntuhkan pendidikan Indonesia adalah kurangnya pendidikan karakter yang baik.
Dalam hal ini, masyarakat Indonesia mengalami krisis moral yang baik. Anda dapat melihat contoh dari masyarakat, seperti penyalahgunaan zat, kekerasan, perjudian, penyalahgunaan zat, dan pornografi. Juga yang terburuk adalah korupsi (Ramdhani, tanggal tidak diketahui). Situasi seperti itu berujung pada gagalnya menghasilkan generasi yang cerdas, gagal menghasilkan generasi yang cerdas, baik secara emosional maupun spiritual. Oleh karena itu, menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia (Faizah, 2009). Etnopedagogi berkaitan dengan konsep budaya, karakter dan pendidikan (Suratno, tidak bertanggal). Selama dua tahun terakhir, kita hanya mengenal kata pendidikan karakter.
Namun apabila kita merujuk secara historisnya usia pendidikan karakter sebenarnya dengan menggunakan usia sejarah pendidikan itu sendiri (Sudrajat, 2011). Diadakannya pendidikan karakter pada sekolah tujuannya menjadi pemenuh untuk kebutuhan – kebutuhan penting supaya para peseta didik sebagai generasi penerus yg mempunyai karakter baik pada era keterangan dunia ini. Serta menggunakan asa memberi kiprah yg positif kepada masyarakat (Zuchdi & Prasetya, 2010). Dalam membentuk karakter siswa diharapkan sebuah proses yg professional & berintegritas (Fajarini, 2014). Proses buat membangun pendidikan karakter yg baik harus dilakukan secara terus menerus(Kristiawan,2016).
menunjukan kualitas yang rendah. Hal ini terjadi karena kurang seriusnya pemerintah dalam memperhatikan bidang Pendidikan. Sedangkan kemajuan sebuah bangsa yang terpenting adalah Pendidikan, karena Pendidikan adalah sebuah modal dasar untuk kemajuan sebuah bangsa yang mana akan menghasilkan para orang-orang berprestasi. Salah satu contohnya kesenjangan Pendidikan di Indonesia adalah rendahnya fasilitas dan layanan Pendidikan di Indonesia, dan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia. Jika mutu pendidikannya baik, maka akan menghasilkan lulusan yang baik juga.
Seiring dengan era globalisasi, pemerataan dan peningkatan Pendidikan Indonesia dituntut untuk meningkatkan mutu sumber daya manusianya dalam mempersiapkan sistem Pendidikan dengan konteks sesuai dengan tuntutan zaman. Kesadaran global untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia adalah sebuah keharusan bagi lingkup Pendidikan. Karena Pendidikan adalah sebagai bentuk investasi dalam mempersiakan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.
Jika kita lihat ketika ketika ada pergantian Menteri, hamper selalu dibarengi dengan pergantian kurikulum. Orientasi kurikulum yang diterapkan pun dilandasi oleh background Pendidikan sang Menteri.Pergantian kurikulum ini memang bukanlah sebuah permasalahan, karena pergantian kurikulum ini diharapkan materi pembelajaran akan lebih memuat jawaban terhadap tantangan global. Namun yang menjadi masalah adalah ketika isi dari kurikulum tersebut tidak memuat humanisme.