Keterbelakangan Digitalisasi Pendidikan di Indonesia




Sudah 77 tahun sejak Indonesia dinyatakan merdeka dan bebas dari para penjajah yang membelenggu bangsa sekitar 33 tahun lebih, bukan waktu yang sebentar bagi bangsa Indonesia merasakan kepahitan tersebut. Sampai akhirnya merdeka, Indonesia belum pernah benar-benar terbebas dari kepahitan, banyak hal  yang menjadi permasalahan dalam negeri yang saat ini pemerintahan dipegang oleh Ir. Joko Widodo. Jikalau saja penggerak pendidikan kita yaitu Bapak Ki Hajar Dewantara masih menghembuskan nafasnya di dunia, mungkin beliau akan memberikan upaya terbaik untuk memperbaiki permasalahan pendidikan yang ada. Mulai dari mengubah tatanan sistem pendidikan Indonesia yang semakin terombang-ambing oleh arus globalisasi. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sejuta keindahan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang mana, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara maju yang memiliki ciri khas yang akan menjadi unsur pembeda dari negara lainnya. Hanya saja banyak yang masih perlu dibenahi dari kawasan Nusantara tercinta kita, Indonesia. Diantara nya adalah pendidikan di Indonesia yang menjadi salah satu hal terpenting bagi segenap masyarakat Indonesia sebab mirisnya pendidikan di Indonesia dan sangat berbanding terbalik dengan beberapa negara maju lainnya. Karena, pendidikan merupakan  unsur terpenting dalam perkembangan setiap negara yang akan menjadi tempat pembentukan generasi berkualitas untuk meneruskan perjuangan para pahlawan terdahulu. Pendidikan yang akan menjadi penentu apakah suatu bangsa terus mengalami fase stagnasi atau beranjak maju ke depan.


Indonesia memerlukan pendidikan yang layak, sebab angka kelahiran di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan signifikan, yang mana membuat mayoritas penduduk Indonesia merupakan anak muda dan seorang calon penerus bangsa. Maka dari itu, perlu sebuah pendidikan yang akan menunjang potensi dan mendorong prestasi untuk mencetak masa keemasan Indonesia di tahun 2045. Namun, faktanya cita-cita besar itu seakan dipatahkan oleh kenyataan pahit yang mana disebutkan dalam hasil riset UNESCO di tahun 2000 mengenai Indeks Pengembangan Manusia yaitu riset untuk mengetahui peringkat pencapaian pendidikan, penghasilan per kepala keluarga dan kesehatan, Indonesia semakin menurun. Sebab, dari 174 negara di dunia, Indonesia selalu menunjukkan penurunan di setiap tahunnya. Adapun fakta lain yang menyebutkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia itu tidak baik, terlihat pada hasil survei mengenai The best educational system yang dilakukan tahun lalu bahwa Indonesia berada di peringkat 54 dari 78 negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik. Begitu miris, ada apa dengan sistem pendidikan kita? Kenapa seakan masih terbelakang dan tertinggal jauh oleh negara-negara lainnya? Apakah kita harus membenahi diri sendiri dulu? Ataukah memang peran pemerintah terhadap pendidikan kurang optimal? Kenapa seakan pendidikan hanya dapat diakses oleh seseorang yang memiliki finansial yang baik saja?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih sangat lekat di dalam inti pendidikan Indonesia, karena memang masalah pendidikan dan bentuk kegagalan sistem pendidikan di Indonesia bermula karena adanya masalah efektivitas, efisiensi dan standardisasi. Kurikulum seakan hanya berputar dalam ruang lingkup pengetahuan pemerintah saja tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Kurikulum seakan hanya ter fokuskan pada wilayah “yang terlihat” saja, tetapi sering kali melupakan daerah yang terpencil dan kaum masyarakat menengah ke bawah. Profesi guru pun tidak diberikan kesejahteraan yang layak dan pendidikan Indonesia seakan hanya terfokus pada pembelajaran kognitif. Menurut pandangan beberapa orang, mereka berpendapat bahwa permasalahan dalam dunia pendidikan kita di mulai dari rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas tenaga pendidik, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya mengakses pendidikan bagi daerah 3T, dan mahalnya biaya pendidikan yang membuat tidak semua orang dapat mengaksesnya. Menurut HSBC Global Report menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara yang memiliki biaya pendidikan termahal di dunia pada tahun 2017. Menurut pakar pengamat pendidikan yaitu Budi Trikoryanto menyebutkan bahwa ada tiga permasalahan utama dalam pendidikan Indonesia mulai dari kualitas pengajar rendah dan inkompeten, sistem pendidikan yang hanya berputar dan berpusat dengan guru sebagai narasumber, dan rendahnya kualitas lembaga pencetak guru-guru berkompetensi dan berkualitas.  Menurut salah satu pakar pendidikan asal Britania Raya yaitu Sir Ken Robinson menyebutkan ada empat aspek penting yang harus dimiliki seorang tenaga pendidik yaitu menginspirasi, membantu, mempercayai, dan memberdayakan. Dan, keempat hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan budaya guru di Indonesia. Sebab, guru-guru yang menerapkan hal semacam itu dapat kita hitung jari, kebanyakan dari mereka hanya berperan sebagai seseorang yang mendorong anak untuk mendapatkan nilai bagus, pintar dan taat agama tetapi jarang dari mereka memberikan rasa percaya kepada murid untuk dapat berhasil dalam dunia pendidikan. Menurut P.H. Combs (1968) menyebutkan bahwa permasalahan pendidikan di Indonesia pun memiliki empat isu yakni ; ketidakseimbangan peserta didik dengan tenaga pendidik, mahalnya biaya pendidikan, kurangnya sarana dan prasarana, ketidaktepatan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan ketidakefektifan sistem pendidikan di Indonesia.


Dari sekian banyak permasalahan perihal pendidikan di Indonesia yang sudah kita ulik lebih lanjut, mulai dari opini masyarakat, generasi muda dan para pakar pengamat pendidikan sudah sangat terlihat jelas bahwa pendidikan kita perlu adanya aksi pembenahan dan mulai berkaca dengan berbagai negara yang memiliki kualitas pendidikan baik. Namun, Indonesia sedang berupaya membenahi nya dengan diadakannya forum kerja sama antar negara yaitu G20 yang mana hal ini seakan menjadi penerang dari sebuah kegelapan karena di dalam forum ini, Indonesia mulai aktif dan peduli untuk membicarakan dan memikirkan solusi atas isu-isu pendidikan di Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa sudah mulai diangkat empat isu yang akan dibahas bersama dengan negara-negara anggota G20 di antara nya Indonesia sedang berkomitmen untuk membangun pendidikan yang berkualitas bagi semua golongan, pemanfaatan lebih lanjut teknologi untuk menunjang sarana dan prasarana pendidikan, meningkatkan rasa solidaritas dan kerja sama untuk membangun negeri, dan yang terakhir adalah membangun masa depan cerah pasca covid-19. Seakan forum tersebut akan menjadi ranah pemecahan solusi terbaik sebab di dalamnya terdapat beberapa negara dengan sistem pendidikan yang baik seperti Korea.


Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sedih sekali rasanya jika mendengar dan melihat masih banyak permasalahan pendidikan di negara kita, seakan masih banyak hal yang rusak dan tidak layak pakai. Miris, karena sudah 77 tahun sejak Indonesia merdeka, tetapi kita masih berusaha untuk tumbuh dan berjuang untuk mencapai masa keemasan Indonesia. Dan, fakta nya pendidikan Indonesia  selalu dinilai buruk, karena memiliki kualitas pendidikan yang rendah dibanding negara lain. Banyak orang Indonesia sendiri yang memilih untuk mengenyam pendidikan di luar negeri dibanding di negeri sendiri, hanya karena masih kurangnya sarana dan fasilitas yang dibutuhkan serta kurang efektif nya jam belajar di Indonesia yang seakan memberatkan dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Maraknya fenomena peserta didik yang terbiasa disuapi karena sudah membiasakan diri dengan menerapkan metode pengajaran kuno yang mana membuat nya menjadi malas membaca, belajar mandiri dan berusaha sendiri. Sering kali peserta didik mengeluh jika tidak diberikan penjelasan hanya karena masih menanamkan pikiran kuno bahwa belajar sama dengan dijelaskan oleh guru. Karena, sistem pendidikan seperti itulah yang membuat generasi penerus bangsa memiliki karakter yang lemah dan mudah terbawa arus, sebab tidak ditanamkan rasa siap dalam menghadapi perubahan itu sendiri. Hal tersebut, sudah menjadi momok dan salah satu bentuk kegagalan pendidikan Indonesia dalam pembentukan karakter siswa yang kuat, mandiri dan kreatif. Peserta didik yang tidak dibentuk menjadi seseorang yang peka akan perubahan, tidak dibentuk kepribadian yang terbiasa memecahkan masalah sendiri. Karena, bodohnya pendidikan di Indonesia terlalu berfokus pada kegiatan kognitif yang memaksa siswa hanya perlu cerdas intelektual. Hal ini menjadi bentuk sempurna dari kegagalan  pendidikan Indonesia, karena bukan lagi soal kurikulum yang tidak jelas saja, tetapi sudah mulai merambat dan berfokus pada tingkat moralitas murid. Faktanya, di lapangan masih banyak kasus para pelajar yang melakukan tindakan menyimpang dari norma ataupun hukum sosial yang ada, bukti tersebut menjadi satu bukti nyata bahwa pendidikan di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Indonesia perlu adanya upaya lebih kuat dari berbagai pihak untuk membenahi masalah darurat ini. Jika tidak, maka Indonesia akan terus merasakan pahitnya terbelenggu oleh kebodohan.