Si anak pintar
“Kau bukan Pukat si anak yang pintar… kau lebih dari itu, kau Pukat si anak yang genius.”
Buku ini tentang Pukat, si anak paling pintar dalam keluarga. Masa kecilnya dipenuhi petualangan seru dan kejadian kocak—serta jangan lupakan pertengkaran dengan kakak dan adik-adiknya. Tapi apakah dia mampu menjawab teka-teki hebat itu, apakah harta karun paling berharga di kampung mereka? Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah mahkotanya.
Pukat, anak kedua dari Mamak dan Bapak. Buku yang terdiri dari 25 bab ini, seakan mengajak saya berpetualang bersama Pukat dengan segala keunikan, kepintaran hingga kenakalan khas anak-anak, yang hidup di kampung dan saat itu belum masuk listrik, dimana saat malam masih mengandalkan penerangan dari petromak dan lampu canting.
Cerita diawali dengan perjalanan Pukat bersama Bapak dan Burlian naik Kereta Api ke kota. Menyibak misteri terowongan, hingga pengalaman pertama naik kereta tersebut justru saat masuk terowongan mereka mengalami perampokan yang dilakukan secara berkelompok. Dalam kegelapan semua penumpang dalam kereta mengalami ketakutan, kecemasan dan prasangka siapa dalang perampokan tersebut. Bayangkan saja, dalam kegelapan bagaimana kita bisa mengenali wajah perampok? Namun, berkat kepintaran Pukat, masalah perampokan dalam kereta pun terpecahkan!
Membaca buku Pukat ini sangat mengharukan. Pada bab seberapa besar cinta Mamak, selalu saja ceritanya menyesakkan dada, namun memberikan makna tentang betapa besar dan luasnya kasih sayang Mamak terhadap anaknya. Karakter -karakter dalam buku ini juga sangat kuat seperti karakter Wak Yati (kakak Bapak-nya), Pak Bin, sahabatnya Raju, Saleha, Can dan banyak lagi.
Tentu saja, saya sangat suka dengan karakter Pukat, serta semua anak-anak Mamak. Bagian tentang pelajaran menghargai sebutir nasi yang mengharuskan Pukat dan Burlian membantu Bapak membuka lahan baru dan membantu Mamak mengurus padi di lahan baru, ini bagian yang mengharukan sekaligus pelajaran yang sangat berarti untuk kehidupan mereka. Buku bacaan yang keren, cerita yang bagus, membacanya mulai dari lembar pertama selalu sukses untuk segera melahap lembar demi lembar sampai habis. Tentunya, yang bikin penasaran adalah mengetahui ending yang susah ditebak. Kalau di awal kita akan menyangka sahabat baiknya Pukat meninggal saat banjir bandang, ternyata ending cerita akan ada jawaban tentang kemanakah sahabat Pukat tersebut. Ternyata kisah Bapak yang tidak ingin memegang senapan lagi (ceritanya ada di buku si Anak Spesial), maka di akhir bab ini akan menemukan jawaban terkait surat yang Burlian kirimkan saat Pukat masih berkutat dengan penelitian di Amsterdam. Sehingga melalui surat itulah, akhirnya teka teki Wak Yati terkuak dan Pukat pun memenuhi janjinya untuk datang ke Wak Yati, meski kini jawaban teka teki tersebut hanya bisa disampaikan di atas pusara Wawak kesayangannya.