TSUNAMI ACEH

setelah 18 tahun berlalu, peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 masih tergambar jelas bagi seluruh masyarakat Aceh. Bagaimana tidak, bermula dari gempa magnitudo berkekuatan 9,3 yang terjadi sekitar pukul 07.59 WIB selama 10 menit dan berpusat di Samudra Hindia pada kedalaman sekitar 10 kilometer di dasar laut disusul gelombang laut dengan ketinggian hingga 30 meter dan kecepatan mencapai 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam, dalam 30 menit terjangan gelombang tsunami yang meluluh-lantakkan sebagian wilayah pesisir Aceh. Total nilai kerugian ditaksir menyentuh angka US$4,5 miliar kala itu yang membuat PBB menyatakan bahwa tsunami Aceh merupakan salah satu bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Bumi serambi Mekah porak-poranda, berdasarkan data PBB pada Januari 2005 dulu korban meninggal mencapai 230.000 jiwa lebih, 500.000 orang kehilangan tempat tinggal, hingga Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 3 hari sebagai hari berkabung. Seluruh dunia hadir mengulurkan tangan membantu Aceh, proses rehabilitasi dan rekontrusksi berlangsung sejak 2005 hingga 2009 berhasil memulihkan kondisi Aceh. Rumah-rumah dan berbagai infrastruktur terbangun selama itu. Hal tersebut sangat disyukuri oleh seluruh masyarakat Aceh, dapat dilihat dari banyaknya monumen berbagai Bahasa di dunia berada di lapangan Blang Padang Kota Banda Aceh.

Pasca Bencana

Terdapat 3 langkah penanganan bencana meliputi tahap tanggap darurat, tahap rehabilitasi dan tahap rekontruksi dengan menelan dana lebih 10 trilyun rupiah yang berjalan selama 5 tahun. Pemerintah saat itu membentuk Lembaga khusus untuk menangani bencana di Aceh yaitu Badan rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Bantuan dari berbagai pihak juga masuk baik masyarakat dalam Negeri maupun Internasional, dibawah koordinir BRR, koordinasi dan fokus penanganan bencana Aceh berjalan dengan baik.

Hingga kini setelah 18 tahun berlalu, masyarakat Aceh di setiap tahunnya memperingati bencana tsunami dengan menggelar doa bersama di berbagai titik. Rasa berkabung akan sangat terasa pada tanggal 26 Desember di setiap tahunnya. Jalanan terasa sepi, masyarakat beramai-ramai mengadakan doa bersama mendoakan para keluarga dan saudara yang menjadi korban 18 tahun lalu. Tentunya hal tersebut tidak hanya menjadi kegiatan peringatan saja, namun dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat luas akan pentingnya pendidikan kebencanaan.